Horor Masih Menonjol, Cerita Segar pun Bermunculan
A
A
A
Tahun depan film bergenre horor diprediksi masih menjamur di bioskop. Meski begitu, kisahnya lebih variatif dan segar. Film hasil adaptasi dalam berbagai genre juga akan muncul memanjakan selera penonton.
Industri perfilman Tanah Air diselimuti tren positif sepanjang 2018. Setidaknya jika melongok dari data jumlah penonton hingga awal Desember.
Menurut data dari akun Twitter @bicaraboxoffice, tahun lalu jumlah penonton film Indonesia masih di angka 42 juta penonton. Namun, tahun ini hingga 9 Desember, angkanya sudah melonjak jauh di atas 50 juta.
Dari jumlah itu, penonton terbesar selama 2017-2018 masih disumbang oleh film horor. Data dari situs web filmindonesia.or.id, dari 10 film terlaris 2017, 5 di antaranya disumbang film horor. Bahkan, posisi puncaknya diisi oleh remake film Pengbadi Setan dengan raihan 4,2 juta penonton.
Tahun ini jumlah yang sama terjadi lagi, hanya saja film horor duduk di posisi kedua dengan raihan angka sejauh ini adalah 3,3 juta penonton lewat film semi-remake, Suzzanna: Bernapas dalam Kubur.
Lalu, bagaimana kira-kira gambaran untuk tahun 2019? Pengamat dan sutradara film sepakat menyebut bahwa film bergenre horor berpotensi untuk tetap dominan.
Sutradara Pengabdi Setan, Joko Anwar, menyebut genre ini masih akan bermunculan karena masih banyak film jenis ini yang laku ditonton di bioskop.
Sementara, pengamat film dan budaya pop Christopher Woodrich berkaca pada seja rah film Indonesia yang sejak tahun 1980-an selalu memiliki dua genre yang dominan.
“Film horor dan film cinta yang mewek,” ujar Woodrich. Menurutnya, hal ini tidak berubah drastis dalam waktu terakhir dan kedua genre tersebut masih akan mendominasi bioskop pada 2019.
Sutradara serta penulis Ernest Prakasa juga mengingatkan bahwa dominasi film horor di bioskop bisa tumbang jika tidak diikuti kualitas yang baik. “Standar film horor harus bagus. Karena kalau jelekjelek, entar orang benci lagi sama horor,” ujar Joko.
Ernest mengatakan pada beberapa tahun ke belakang, saat dominasi film horor membuat masyarakat sampai pada titik jenuh. “Seperti kejadian 10 tahun lalu atau 2011, jumlah penonton naik, tapi bioskop didominasi genre horor sampai akhirnya penonton jenuh,” kata sutradara Cek Toko Sebelah dan Milly & Mamet itu.
Karena itu pula, Ernest berharap genre film yang muncul di bioskop lebih beragam. Dia pun menyebut film laga murni atau laga yang dibalut komedi akan menonjol. Sementara Joko menyebut film drama komedi juga akan menyelip.
Film Adaptasi
Selain laga dan drama komedi, satu lagi kreativitas yang akan menonjol dari para produser dan sineas pada 2019 adalah semangat untuk mem buat film adaptasi.
Tahun ini saja, dari 15 film terlaris, hanya dua film yang bukan merupakan hasil adaptasi atau bukan pengembangan intellectual property (IP) atau hak kekayaan intelektual (HAKI). Dalam sejarah film laris Indonesia, film adaptasi memang selalu yang terdepan diincar penonton.
Tahun depan selain film adaptasi dari materi konvensional seperti novel fisik, film-film yang diambil dari materi digital juga akan menarik perhatian. Yang pertama akan muncul pada 2019 adalah film Dreadout, yang merupakan film Indonesia pertama yang diadaptasi dari game horor.
Game ini adalah game lokal buatan Happiness Digital yang telah meraih popularitas di dunia game internasional. Lalu, rumah produksi Visinema Pictures milik Angga Sasongko juga sudah mengumumkan akan meng angkat empat komik daring dari Webtoon LINE ke layar lebar.
Film-film ini disebut Angga memiliki ide segar dengan kisah emosional yang universal. Film-film tersebut yaitu Terlalu Tampan, sebuah film drama komedi tentang keluarga yang seluruh anggota rupawan.
Lalu ada drama komedi unik Eggnoid yang bercerita tentang gadis yang menemukan telur yang berubah menjadi pria tampan yang berperilaku seperti bayi. Ada pula kisah drama romantis Flawless yang bercerita tentang hubungan seorang gadis dengan pria tunanetra.
Terakhir, ada kisah beraura horor tentang monyet yang bisa mengabulkan semua permintaan manusia, tapi dengan syarat berat, berjudul Sarimin.
Selain webtoon, adaptasi dari novel digital Wattpad, yang sudah dimulai sejak dua tahun terakhir, juga akan masih dilakukan. Drama romantis Matt and Mou yang diangkat dari Wattpad milik Wulanfadi akan menjadi yang pertama muncul di bioskop pada 2019.
Sementara dari mata produser, Chand Parwez Servia dari Star vision menyebut industri perfilman selalu terbuka untuk peluang cerita baru dan pendekatan baru yang bisa jadi trendsetter.
“Film yang sukses biasanya harus berangkat dari isu besar, di antaranya novel laris yang sudah punya basis pembacanya,” tegas Parwez.
Industri perfilman Tanah Air diselimuti tren positif sepanjang 2018. Setidaknya jika melongok dari data jumlah penonton hingga awal Desember.
Menurut data dari akun Twitter @bicaraboxoffice, tahun lalu jumlah penonton film Indonesia masih di angka 42 juta penonton. Namun, tahun ini hingga 9 Desember, angkanya sudah melonjak jauh di atas 50 juta.
Dari jumlah itu, penonton terbesar selama 2017-2018 masih disumbang oleh film horor. Data dari situs web filmindonesia.or.id, dari 10 film terlaris 2017, 5 di antaranya disumbang film horor. Bahkan, posisi puncaknya diisi oleh remake film Pengbadi Setan dengan raihan 4,2 juta penonton.
Tahun ini jumlah yang sama terjadi lagi, hanya saja film horor duduk di posisi kedua dengan raihan angka sejauh ini adalah 3,3 juta penonton lewat film semi-remake, Suzzanna: Bernapas dalam Kubur.
Lalu, bagaimana kira-kira gambaran untuk tahun 2019? Pengamat dan sutradara film sepakat menyebut bahwa film bergenre horor berpotensi untuk tetap dominan.
Sutradara Pengabdi Setan, Joko Anwar, menyebut genre ini masih akan bermunculan karena masih banyak film jenis ini yang laku ditonton di bioskop.
Sementara, pengamat film dan budaya pop Christopher Woodrich berkaca pada seja rah film Indonesia yang sejak tahun 1980-an selalu memiliki dua genre yang dominan.
“Film horor dan film cinta yang mewek,” ujar Woodrich. Menurutnya, hal ini tidak berubah drastis dalam waktu terakhir dan kedua genre tersebut masih akan mendominasi bioskop pada 2019.
Sutradara serta penulis Ernest Prakasa juga mengingatkan bahwa dominasi film horor di bioskop bisa tumbang jika tidak diikuti kualitas yang baik. “Standar film horor harus bagus. Karena kalau jelekjelek, entar orang benci lagi sama horor,” ujar Joko.
Ernest mengatakan pada beberapa tahun ke belakang, saat dominasi film horor membuat masyarakat sampai pada titik jenuh. “Seperti kejadian 10 tahun lalu atau 2011, jumlah penonton naik, tapi bioskop didominasi genre horor sampai akhirnya penonton jenuh,” kata sutradara Cek Toko Sebelah dan Milly & Mamet itu.
Karena itu pula, Ernest berharap genre film yang muncul di bioskop lebih beragam. Dia pun menyebut film laga murni atau laga yang dibalut komedi akan menonjol. Sementara Joko menyebut film drama komedi juga akan menyelip.
Film Adaptasi
Selain laga dan drama komedi, satu lagi kreativitas yang akan menonjol dari para produser dan sineas pada 2019 adalah semangat untuk mem buat film adaptasi.
Tahun ini saja, dari 15 film terlaris, hanya dua film yang bukan merupakan hasil adaptasi atau bukan pengembangan intellectual property (IP) atau hak kekayaan intelektual (HAKI). Dalam sejarah film laris Indonesia, film adaptasi memang selalu yang terdepan diincar penonton.
Tahun depan selain film adaptasi dari materi konvensional seperti novel fisik, film-film yang diambil dari materi digital juga akan menarik perhatian. Yang pertama akan muncul pada 2019 adalah film Dreadout, yang merupakan film Indonesia pertama yang diadaptasi dari game horor.
Game ini adalah game lokal buatan Happiness Digital yang telah meraih popularitas di dunia game internasional. Lalu, rumah produksi Visinema Pictures milik Angga Sasongko juga sudah mengumumkan akan meng angkat empat komik daring dari Webtoon LINE ke layar lebar.
Film-film ini disebut Angga memiliki ide segar dengan kisah emosional yang universal. Film-film tersebut yaitu Terlalu Tampan, sebuah film drama komedi tentang keluarga yang seluruh anggota rupawan.
Lalu ada drama komedi unik Eggnoid yang bercerita tentang gadis yang menemukan telur yang berubah menjadi pria tampan yang berperilaku seperti bayi. Ada pula kisah drama romantis Flawless yang bercerita tentang hubungan seorang gadis dengan pria tunanetra.
Terakhir, ada kisah beraura horor tentang monyet yang bisa mengabulkan semua permintaan manusia, tapi dengan syarat berat, berjudul Sarimin.
Selain webtoon, adaptasi dari novel digital Wattpad, yang sudah dimulai sejak dua tahun terakhir, juga akan masih dilakukan. Drama romantis Matt and Mou yang diangkat dari Wattpad milik Wulanfadi akan menjadi yang pertama muncul di bioskop pada 2019.
Sementara dari mata produser, Chand Parwez Servia dari Star vision menyebut industri perfilman selalu terbuka untuk peluang cerita baru dan pendekatan baru yang bisa jadi trendsetter.
“Film yang sukses biasanya harus berangkat dari isu besar, di antaranya novel laris yang sudah punya basis pembacanya,” tegas Parwez.
(don)